Ilustrasi Hitung Pajak (source:pixabay.com) |
HC-Dalam beberapa tahun terakhir, sektor
bisnis perhotelan dan kuliner di Indonesia telah menghadapi berbagai tantangan,
salah satunya adalah rencana kebijakan kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) yang
signifikan sebesar 12%
Menurut Menteri
Keuangan Republik Indonesia, Sri Mulyani Indrawati dikutip dari portal Kontan
(16 desember 2024) menyatakan “Kenaikan
tarif PPN menjadi 12% dilakukan sesuai amanat Undang-Undang Harmonisasi
Perpajakan (UUHP).Langkah ini bertujuan untuk menjaga kesimbangan fiscal di tengah tantangan ekonomi global . Namun,
kami menyadari bahwa ini juga akan berdampak pada bisnis, terutama bagi
sektor-sektor yang sensitif terhadap perubahan biaya”
Meskipun rencana
kenaikan ini telah banyak disorot oleh berbagai pihaksehingga menjadi polemik
di masyarakat. Terlepas dari jadi atau tidaknya hal ini menuntut para pelaku industry horeca untuk
segera mempersiapkan strategi yang tepat dalam menghadapi situasi ini.
Dengan rencana penerapan
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang naik menjadi 12% mulai tahun 2025, pengelola
bisnis ini harus berpikir kreatif untuk menjaga profitabilitas mereka.
Dampak Kenaikan Pajak terhadap Biaya Operasional
Kenaikan PPN
tentunya meningkatkan biaya operasional hotel, resto, dan cafe. Pajak langsung
yang lebih tinggi akan mempengaruhi harga pokok penjualan (HPP) dan margin
keuntungan. Bisnis-bisnis ini harus menghitung ulang biaya yang terlibat dalam
setiap transaksi, mulai dari bahan baku makanan hingga biaya layanan.
Penyesuaian Harga: Perlu atau Tidak?
Salah satu
strategi untuk mengatasi kenaikan biaya adalah melakukan penyesuaian harga.
Namun, ini harus disikapi dengan hati-hati karena terlalu besar kenaikan harga
dapat mengakibatkan penurunan jumlah pelanggan.
·
Studi
Pasar: Perilaku konsumen cepat berubah sesuai generasi dan preferensi. Sangat penting
untuk memahami kekuatan daya beli pelanggan dan pengaruh psikologis harga
terhadap keputusan membeli.
·
· Harga
Dinamis:Penerapan harga
dinamis dapat menjadi solusi efektif. Misalnya, menawarkan harga special di hari-hari
tertentu atau kepada pelanggan setia dapat menarik lebih banyak pelanggan tanpa
harus menaikkan harga secara global.
3. Manajemen Biaya dan Efisiensi Operasional
Selain penyesuaian
harga, pengelola bisnis juga perlu fokus pada pengelolaan biaya, termasuk:
Optimalisasi
Sumber Daya: Menggunakan
sistem manajemen yang efisien untuk meminimalkan limbah seperti limbah makanan (food waste) dan energi, serta meningkatkan produktivitas.
Dalam pengelolaan biaya restoran, penerapan food costing dan energy cost sangat penting bagi pengendalian fixed cost dan variable cost. Food costing adalah metode untuk menghitung biaya bahan baku yang digunakan dalam setiap menu.
Dengan
memahami food costing, pengelola dapat membuat estimasi yang lebih akurat
mengenai biaya makanan yang akan dikeluarkan, serta menentukan harga jual agar
margin keuntungan tetap terjaga.
Di sisi lain,
energy cost termasuk dalam variable costs, yang berarti biaya ini akan
bervariasi tergantung pada tingkat penggunaan energi dan volume aktivitas.
Pengelolaan energy cost sangat penting, terutama mengingat bahwa rata-rata
rasio energy cost di hotel dapat menyerap sekitar 10-12% dari total pendapatan.
Untuk meminimalkan biaya ini, praktik efisiensi energi sangat diperlukan, seperti menerapkan peralatan yang lebih hemat energi dan melakukan pengaturan penggunaan listrik yang bijaksana. Selain itu, manajemen juga perlu mulai beralih ke teknologi energi terbarukan, seperti penggunaan solar cell, untuk mengurangi ketergantungan pada sumber energi fossil.
Dengan memfokuskan perhatian pada
pengelolaan energy cost dan berinvestasi dalam teknologi berkelanjutan, bisnis
dapat lebih siap menghadapi kenaikan PPN tanpa harus mengorbankan
profitabilitas.
Negosiasi dengan
Pemasok: Memperbaiki hubungan
dengan pemasok untuk negosiasi ulang mendapatkan harga bahan baku yang lebih
baik. Akan tetapi komitment soal restrukturisasi perlu dijaga oleh kedua belah pihak secara professional.
Inovasi Produk
dan Layanan: Mengembangkan
menu baru atau meningkatkan layanan yang memberikan nilai lebih bagi pelanggan,
sehingga mereka tidak keberatan dengan sedikit kenaikan harga. Gunakan analisa menu
engineering untuk mengukur keseimbangan
popularitas menu dan margin kontribusi terhadap bisnis.
Menurut Dr. Peter
Jones dalam bukunya Revenue Management for The Hospitality Industry (2022)
menyatakan bahwa pengelolaan biaya yang baik tidak hanya
membutuhkan penghematan finansial, tetapi juga inovasi dalam cara menawarkan
produk dan layanan kepada pelanggan.
Kenaikan pajak
seperti PPN adalah tantangan yang harus dihadapi dengan strategi yang agile dan
inovatif. Bisnis harus siap untuk beradaptasi dan menemukan cara untuk
menawarkan nilai lebih kepada pelanggan dalam situasi yang berubah.
4. Strategi
Pemasaran yang Tepat
Menghadapi situasi
ini, pemasaran menjadi kunci. Mengedukasi konsumen tentang nilai yang mereka
dapatkan dan manfaat dari produk/ layanan Anda bisa membuat mereka lebih
menerima kenaikan harga. Selain itu, memanfaatkan media sosial dan platform
digital untuk meningkatkan pemahaman tentang brand sangat penting, terutama di tengah
persaingan yang semakin ketat.
Adaptasi dalam
Ketidakpastian
Bisnis hotel,
resto, dan cafe mau tidak mau harus siap
beradaptasi dengan perubahan yang ada, termasuk perubahan regulasi pajak.
Dengan pendekatan yang tepat dalam strategi penetapan harga, manajemen biaya,
dan pemasaran, perusahaan bisa tetap berdaya saing meski dalam situasi yang
penuh tantangan. Pelaku industri Horeca perlu segera melangkah proaktif untuk
menyusun strategi yang matang agar mampu bertahan dan beradaptasi jika keputusan
kenaikan pajak PPN ini benar-benar terlaksana di tahun 2025 (*)